BAB I
PENDAHULUAN
- Latar belakang
Teater
merupakan suatu media langsung atau media komunikasi langsung yang djadikan
wahana penting dalam menyebarkan kebudayaan dan pemikiran di sepanjang zaman.
Teater terkadang mengisahakan tragedi yang begitu menyedihkan yang terkadang
memaksa penonoton untuk terhanyut turut menangis dan terkadang pula ada teater
yang terkadang menyodorkan pertanyaan kepada publik, akan tetapi ada juga
teater yang bisa membuat penontonnya tertawa lebar.
Perubahan
struktural dalam substansi teater tradisional perlu diciptakan namun tetap
mempertahankan secara utuh kaidah pementasan, sehingga bisa terwujud pengalaman
baru. Bahkan dalam beberapa kasus, format dan penampilan pementasan harus
diubah juga. Masyarakat sekarang sangat berbeda dengan tipe masyarakat ratusan
tahun yang lalu. Mereka memiliki tuntutan dan selera yang baru pula. Karena
itu, teater mesti menggarap persoalan hidup sehari-hari mereka. Dengan begitu,
inovasi semacam itulah yang akan menjamin kelestarian teater tradisional dan
menjaganya untuk generasi mendatang".
Teater
tradisional yang kita kenal sekarang lahir dari situasi sosial tertentu yang
berbeda dengan kondisi sekarang. Ada banyak peneliti teater yang mengakui bahwa
jika teater tradisional dipentaskan sesuai dengan format aslinya, tentu tidak
akan banyak menarik minat publik. Dan perlahan akan mengubahnya menjadi ragam
seni yang layak dimuseumkan.
Teater
tradisional merupakan bagian dari identitas budaya dan menjadi kekayaan
kultural bangsa-bangsa yang berperadaban kuno. Meski demikian sebagian besar
pakar seni menilai perlu diadakannya perubahan dalam menampilkan seni pentas
tersebut sesuai dengan tuntutan masyarakat modern. Menggali kembali akar
sejarah teater tradisional merupakan langkah awal untuk menggelar perubahan.
Selain itu, mengenal asal-asul dan mencari unsur-unsur asli teater tradisional
dengan cara memisahkannya dari tendensi sosial dan politik yang melingkupinya
di masa lalu merupakan salah satu cara untuk menemukan format dasarnya. Selain
itu, memadukan teater tradisional dengan sentuhan modern yang lebih inovatif
seperti penggunaan tata cahaya, dekorasi, dan musik merupakan salah satu cara
untuk membuat seni pentas tradisional terlihat makin menarik.
Pementasan
teater tradisional secara klasik sudah tidak menarik lagi bagi publik modern
dan hanya menghibur mereka beberapa jam saja. Karena itu, upaya mempromosikan
teater tradisional harus diiringi dengan rekonstruksi seni pentas ini.
Kehidupan masyarakat tradisional dan problematika mereka harus bisa menyusup
dalam teater tradisional. Sebab hanya dengan cara itulah teater tradisional
bisa tetap bertahan.
Pada makalah
ini penulis mengemukakan tentang beragam teater tradisional yang ada di
Indonesia.
- Tujuan
Tujuan yang
ingin dicapai oleh penulis adalah:
1. Mengetahui
tentang kebudayaan Indonesia, terutama teater tradisional.
2. Mengetahui
perkembangan teater tradisional di Indonesia.
3. Mengetahui
macam-macam teater tradisional.
4. Mengetahui
manfaat dari ritual-ritual yang dilakukakan masyarakat.
5. Mengetahui
makna teater tradisional
6.
Mengetahui ciri-ciri teater
tradisional
BAB II
PEMBAHASAN
A. Arti Teater
Secara etimologis : Teater adalah gedung pertunjukan
atau auditorium.
Dalam arti
luas : Teater ialah segala tontonan yang dipertunjukkan di depan orang banyak
Dalam arti
sempit : Teater adalah drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang
diceritakan di atas pentas dengan media : Percakapan, gerak dan laku didasarkan
pada naskah yang tertulis ditunjang oleh dekor, musik, nyanyian, tarian, dsb.
Misalnya wayang orang, ketoprak, ludruk, arja, reog, lenong, topeng, dagelan,
sulapan akrobatik, bahkan pertunjukan band dan lain sebagainya.
Dalam arti
sempit/khusus: drama, kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di
atas pentas, disaksikan oleh penonton, dengan media percakapan, gerak dan laku,
dengan atau tanpa dekor (setting), didasarkan atas naskah yang tertulis (hasil
dari seni sastra) dengan atau tanpa musik, nyanyian, tarian.
B.
Teater Tradisional
Teater yang berkembang dikalangan rakyat disebut teater tradisional, sebagai lawan dari teater modern dan kontemporer. Teater tradisional tanpa naskah (bersifat inprovisasi). Sifatnya supel, artinya dipentaskan disembarang tempat. Jenis ini masih hidup dan berkembang didaerah-daerah seluruh Indonesia. Teater tradisional tidak menggunakan naskah. Sutradara hanya menugasi pemain untuk memainkan tokoh tertentu. Para pemain di tuntut mempunyai spontanitas dalam berimprovisasi yang tinggi. Contoh teater tradisional antara lain: ludruk (Jawa timur), ketoprak (Jawa tengah), dan lenong (Jawa barat) .Yang disebut teater tradisional itu, oleh Kasim Ahmad diklarifikasikan menjadi 3 macam, yaitu:
Teater yang berkembang dikalangan rakyat disebut teater tradisional, sebagai lawan dari teater modern dan kontemporer. Teater tradisional tanpa naskah (bersifat inprovisasi). Sifatnya supel, artinya dipentaskan disembarang tempat. Jenis ini masih hidup dan berkembang didaerah-daerah seluruh Indonesia. Teater tradisional tidak menggunakan naskah. Sutradara hanya menugasi pemain untuk memainkan tokoh tertentu. Para pemain di tuntut mempunyai spontanitas dalam berimprovisasi yang tinggi. Contoh teater tradisional antara lain: ludruk (Jawa timur), ketoprak (Jawa tengah), dan lenong (Jawa barat) .Yang disebut teater tradisional itu, oleh Kasim Ahmad diklarifikasikan menjadi 3 macam, yaitu:
- Teater
rakyat
Sifat teater
rakyat sama halnya seperti tradisional, yaitu improvisasi, sederhana, spontan
dan menyatu dengan kehidupan rakyat. Contohnya antara lain: Makyong dan Mendu
didaerah Riau dan Kalimantan Barat, Randai dan Bakaba di Sumatera Barat,
Ketoprak, Srandul, Jemblung di Jawa Tengah dan lain sebagainya.
- Teater
Klasik
Sifat teater
ini sudah mapan, artinya segala sesuatunya sudah teratur, dengan cerita, pelaku
yang terlatih, gedung pertunjukkan yang memadai dan tidak lagi menyatu dengan
kehidupan rakyat (penontonnya). Lahirnya jenis teater ini dari pusat kerajaan.
Sifat feodalistik tampak dalam jenis teater ini. Contohnya: wayang kulit,
wayang orang dan wayang golek. Ceritanya statis, tetapi memiliki daya tarik
berkat kretatifitas dalang atau pelaku teater tersebut dalam menghidupkan
lakon.
- Tetaer
Transisi
Teater
transisi merupakan teater yang bersumber dari teater tradisional, tetapi gaya
penyajiannya sudah dipengaruhi oleh teater barat. Jenis teater seperti komedi
istambul, sandiwara dardanela, srimulat dan sebagai contoh, pola ceritanya sama
dengan ludruk atau ketoprak, tetapi jenis ceritanya diambil dari dunia modern.
Musik, dekor dan properti lain menggunakan tehnik barat.
C.
Ciri-ciri Teater
Tradisional
Teater Tradisional mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Pementasan panggung terbuka
(lapangan, halaman rumah),
2.
Pementasan sederhana,
3.
Ceritanya turun temurun.
D.
Ragam Teater Tradisional
Teater Tradisional adalah
bentuk pertunjukan yang pesertanya dari daerah setempat karena terkondisi
dengan adat istiadat, sosial masyarakat dan struktur geografis masing-masing
daerah.
Beberapa contoh
teater tradisional nusantara antara lain:
a. Lerok,
Lerok Ngamen, Lerok Besutan, Ludruk, Longser dan Ubrug,
b. Drama
Gong
c. Bengsawan,
Mendu dan Wayang Gong
d. Wayang
Wong, Golek Menak, Lengendarian dan sendratari
e. Cak,
Barong, Gambuh dan Prembon
f. Mak
Yong dan Randai
E.
Teater tradisional Jawa
Barat dan Jawa Timur
a. Lerok
Ngamen (1907-1915)
Lerok
ngamen dimulai oleh seorang petani, Pak Santik dari Jombang, Jawa Timur. Untuk
menambah penghasilan, ia pergi mbarang seorang diri menggelar lawak dan balada
yang diselingi bunyi gamelan mulut. Untuk menjaga rahasia jatidiri, ia memakai
bedak dan tatarias tebal serta berpakaian seperti badut. Dari sinilah
berkembang seni barangan ( pertunjukkan keliling ).
Seiring
waktu, pertunjukkan tunggal menjadi bertiga, Monolog menjadi dialog yang
“hidup”. Dan balada dinyanyikan dalam bentuk dialog.
b. Lerok
Besutan (1915-1920)
Lerok
ngamen yang dibawakan tiga orang dengan unsur lawak dan lagu yang begitu terkenal,
sehingga sering diundang menghibur tamu pada perayaan. Mutunya terus meningkat
dan ditambahkan gamelan hidup yang terdiri atas kendhang, saron, kempul, gong,
dan siter berikut para penabuhnya.
Inti
dramanya tetap dilakukan oleh tiga orang dengan peran masing-masing:
Besut,rakyat jelata; wedokan (pria berperan wanita) sebagai Asmunah, istri
Besut; dan Man Jamino, seorang lelaki tua.
Perubahan
bentuk dari lerok ngamen menjadi lerok besutan sejajar dengan perkembangan adat
upacara keagamaan di Jawa. Pemain memainkan perlambang watak yang digambarkan
melalui busana. Besut menonjol karena busana aneh: peci Turki merah, celana
panjang hitam, bebed lawon (sarung berwarna putih), dan bertelanjang dada,
melambangkan rakyat kecil yang polos, dan pada dasarnya murni secara batin.
Asmunah bergaya dengan kebaya dan kain batik, mewakili perempuan masa kini.
Tokoh lelaki tua, Man Jamino, dengan cerdik memelihara keseimbangan di antara
kedua kutup kehidupan.
Lerok
besutan dipentaskan di halaman pemilik rumah pada malam hari. Besut muncul
membawa obor, diikuti Asmunah yang kedua matanya tertutupoleh cadar putih dan
mengunyah sirih. Man Jamino ikut di belakangnya. Dengan telapak tangan
dikatupkan, ketiganya membungkuk ke empat penjuru (kiblatpapat).Asmunah membuka
cadar dan membuang di mulutnya; lampu
dinyalakan, dan pertunjukkan dimulai. Besut merupakan cerminan orang yang
berusaha menemukan pepadhanging urip, pencerahan. Perilaku sebelum sandiwara di
mulai merupakan lambang kesadaran yang sedang
tumbuh.
c. Ludruk
(1920- masa kini)
Lerok
besutan berubah menjadi ludruk yang menampilkan kehidupan sehari-hari dan
disajikan dengan lebih mendekati kenyataan. Ludruk dibuka dengan sambutan tari
ngremo.
Sebulan
pertunjukkan utama dimulai, muncul dagelan oleh sepasang pelawak dan juga tari
tandhakan atau bebhayan Ludruk yang dibawakan oleh sejumlah “waria” Memang
salah satu daya tarik khas ludruk adalah karena semua pemainnya pria.
d. Srimulat
Pertunjukkan
Srimulat bersifat lucu dengan tekanan pada lawak. Kisah horor pun diarahkan menjadi lucu, bukan
menakutkan. Cerita berjudul Mayat Hidup dan Drakula disajikan dengan cara
menyindir tingkah laku manusia secara lucu, dan tidak dimaksutkan untuk membuat
penonton ketakutan.
Ludruk
dan srimulat merupakan dua bentuk teater populer Jawa Timur. Ludruk khusus
terkenal di Jawa Timur. Jalan ceritanya bersumber pada perubahan tak terduga
dalam kehidupan sehari-hari. Adapun srimulat didirikan di Surakarta tahun 1950
dan pindah ke Surabaya tahun 1961.
e. Longser
dan ubrug
Dua
bentuk teater rakyat yang lebih dikenal di Jawa Barat adalah Longser dan
Ubrug. Longser sering dianggap lebih tua
dan lebih asli dari pada ubrug. Tema Longser mengungkapkan impian,harapan,serta
ketakutan penduduk desa dan penduduk miskin kota. Aslinya, longser dipentaskan
di tempat terbuka, disebuah arena dengan oncor (obor minyak kelapa yang ditaruh
di atas tiang bambu) di bagian tengah arena.
Ubrug
memiliki lebih banyak unsur asing daripada longser. Ada empat kelompok cerita:
babad, sheik (raja Arab), wayang, dan cerita rakyat (percintaan). Babad
merupakan paduan sastra dan sejarah; kisah sheik bersumber dari timur tengah;
wayang bersumber dari Mahabharata dan Ramayana; dan cerita rakyat bercerita
tentang kehidupan sehari-hari. Ubrug bersifat mendebarkan dan mengandalkan
sindiran. Walaupun lebih cocok untuk teater formal yang memakai layar, Ubrug
dapat juga dipentaskan di lapangan atau arena terbuka.
F.
Teater Tradisional Jawa
Tengah
Ciri
khas teater Jawa adalah bentuk drama tari yang sepanjang sejarah diayomi oleh
keraton. Dalam banyak hal, bentuk drama tari dari keraton tampak berdasarkan
suatu paduan cerita yang disadur dari wayang dan gerak-gerik tari keraton,
seperti serimpi dan bedhaya.
a.
Wayang wong
Wayang
wong secara harfiah berarti wayang yang diperankan oleh oarang. Wong berarti
orang, wayang adalah boneka atau pertunjukan dramatik dengan boneka atau orang
sebagai pemeran. Walaupun beberapa ahli percayawayang wong telah ada sejak
abad ke-12 di Jawa Timur, menurut
tradisi pencipta wayang wong seperti yang ada sekarang adalah Hamengkubuwana I
(1755-1792) dari Yogyakarta atau Mangkunegara I (1757-1795) dari Surakarta.
Baik keraton Yogyakarta maupun Mangkunegara menganggap wayang wong bukan
sekadar bentuk hiburan, melainkan bagian dari upacara kenegaraan, seperti
khitanan, perkawinan, dan penyambutan tamu negara.
Banyak
kaidah pertunjukan wayang wong diambil dari wayang kulit. Wayang wong bersumber
pada versi Jawa dua epik India, Ramayana
dan Mahabrata. Pertunjukan wayang
wong terbagi menjadi tiga, masing-masing ditegaskan oleh hubungan perlambangan
nada gamelan; pathet nem, pathet sanga, dan
pathet manyura jika menggunakan laras slendro; atau pathet lima, pathet nem, dan pathet
barang jika laras pelog yang
digunakan. Tata rias, busana,dan perwatakan wayang wong juga diambil dari
kaidah-kaidah wayang kulit.
Wayang
wong berkembang dan dibakukan di keraton
surakarta dan Yogyakarta. Wayang wong keraton mencapai puncak di paruh pertama
abad ke-20. Di Yogyakarta, Hamengkubuwana VII (1921-1939) menggelar 11
pertunjukan wayang wong secara lengkap, menggunakan 300-400 penari lelaki,
selama 3-4 hari penuh (pukul 06.00-23.00). wayang wong panggung Surakarta
terkenal dibuat atas perintah Susuhunan Pakubuwana X (1893-1939) untuk
dipentaskan setiap malam di taman hiburan Sri Wedari. Wayang wong jenis ini,
dipentaskan di atas panggung tinggi lengkap dengan layar dan perlengkapan lain,
masih dapat ditemukan di kota-kota di Pulau Jawa.
b.
Golek Menak
Hamengkubuwana
IX (1940-1988) mengilhami suatu perkembangan besar dalam wayang wong,
drama-tari golek menak, yang mengambil tema dari kisah Menak yang disadur dari
cerita Persia dan ditemukan dibanyak bagian Asia Tenggara.
Banyak
kaidah pertunjukan golek menak dikembangkan dari wayang golek, bentuk pertunjukan dengan boneka tri-matra (golek)
dan menggelar kisah Menak, yang
terkenal di pedesaan Yogyakarta. Para penari meniru gerak wayang golek secara
rinci, misalnya gerak penggayaan “bernafas” boneka wayang golek.
Tahun
1990, dalam acara Pameran Kebudayaan di Amerika Serikat 1990-1991, acara wayang wong dan golek menak keraton Yogyakarta termasuk pergelaran utama.
c.
Langendrian
Bentuk
drama Jawa lain yang penting adalah langendriyan. Opera-drama-tari tersebut
diciptakan pada paruh kedua abad ke-18 di Surakarta dan Yogyakarta. RM Haria
Tandakusuma, menantu Sri Mangkunegara IV (1853-1881), menciptakan gaya
Surakarta; sedang gaya Yogyakarta diciptakan oleh Raden Tumenggung
Purwadiningrat dan Pangeran Mangkubumi pada tahun 1876.
Langendriyan
mengambil lakon Damarwulan, roman
sejarah mengenai perjuangan Ratu Ayu Kencanawungu dari Majapahit, Jawa Timur,
untuk mengatasi pemberontakan pimpinan Menakjingga, bupati Blambangan. Sama
seperti drama Jawa lainnya, lengendriyan juga diiringi gamelan, tetapi
dialognya dilakukan dengan tembang Jawa. Bentuk serupa di Yogyakarta mengambil
kisah Ramayana, dan karena banyaknya
tokoh-tokoh kera, pertunjukannya disebut langen-mandra-wanara
(wanara=kera). Dahulu pertunjukan ini
hanya dimainkan oleh penari pria, yang menari dalam sikap berjongkok.
Tahun1970-an dan 1980-an para penata-tari Jawa Sardono W. Kusumo, Retno Maruti,
dan Sal Murgiyanto memadukan bedhaya,
langendriyan, dan wayang wong untuk
menciptakan bentuk dramatik yang lain, yakni
langenbeksa. Beberapa episode golek
menak juga ditafsirkan kembali.
d.
Sendratari
Tahun
1961, GPH Djatikusuma, putra Susuhunan Pakubuwana X, yang bertanggung jawab
atas kepariwisataan pemerintah Indonesia, bersama dengan Dr. Soeharso, memimpin
tim perancang sebuah panggung terbuka yang dibangun di depan Candi Lara
Jonggrang di Jawa tengah. Panitia khusus pemerintah menugasi sekelompok seniman
pertunjukan Surakarta dan Yogyakarta untuk menciptakan bentuk tari yang
kemudian dinamai sendratari (seni-drama-tari). Semula drama-tari baru ini
dinamakan “balet”.
Para
seniman pertunjukan ternama yang terlibat dalam penciptaan sendratari tersebut
adalaha penata-tari Raden Tumenggung Kusumakesawa, pemain gamelann dan pengubah
musik R. Lurah Martopangrawit dari Surakarta; KRT Wasitodipura, dari
Yogyakarta; dan pelukis-perancang Kusnadi.
Sendratari
diciptakan sebagai acara wisata. Lebih dari 150 penari Surakarta, Yogyakarta,
dan Prambanan dikumpulkan untuk pentas di panggung terbuka yang sangat besar.
Gaya tari Surakarta dan yogyakarta dipadu dan gerak baru diciptakan sesuai
dengan tata pangung dan penonton baru. Di Bali, ragam sendratari Ramayana juga dibuat dan dipentaskan
dalam ukuran yang lebih kecil.
G.
Cak, Barong, Gambuh dan
Prembon
Teater
Bali mencakup berbagai macam jenis drama tari yang struktur pertunjukannya
dpertunjukannya dikembangkan dari sumber-sumber tradisi dan upacara. Drama tari
Gambuh misalnya dipercaya muncul pada zaman kerajaan Majapahit, sedang
bentuk-bentuk teater yang lain seperti cak, barong dan calonarang memadukan
tari dan drama. Sementara prembon merupakan sebuah bunga rampai penggabungan
berbagai bentuk pertunjukan tradisi Bali yang ada sebelumnya.
a.
Cak
Cak
yang sudah ada sejak zaman pra-Hindu, merupakan paduan suara laki-laki yang
menggiringi tari Sanghyang untuk
mengusir roh jahat. Bentuk lagunya merupakan pengulangan berirama dari kata
‘ecak-ecak-ecak’.
Lagu
Cak juga meliputi nyanyian pujian dan
doa untuk mengundang roh agar bergabung dalam perayaan. Kehadiran roh ditandai
para petani Sanghyang yang kerauh.
Dewasa
ini Cak menjadi pertunjukan mandiri
yang mengambil cerita Ramayana. Cak dipercaya mulai berkembang di desa
Bedulu, Gianyar, tahun 1935. Didukung minat dua seniman Eropa yang tinggal di
Bedulu, Cak kemudian berkembang
sebagai hiburan yang kian terkenal dengan derasnya arus wisata. Episode Ramayana di masukkan dan tahun 1969
episode tunggal diperluas menjadi epos utuh.
Pertunjukan Cak sangat sederhana dalam segala hal.
Penari yang dapat berjumlah lebih dari seratus, duduk melingkar berlapis dengan
sebuah obor di tengah. Mereka memakai kamben
(kain yang dibebatkan sepanjang betis), bertelanjang dada, dan tiga titik
putih (wina), dibubuhkan pada pelipis
dan di antara kedua alis. Tokoh-tokoh Ramayana
yang menari di tengah lingkaran berbusana tari Bali tradisional yang sangat
indah, tetapi pada awalnya hanya pakaian biasa seperti para penari cak lainnya. Dialog diucapkan dalam
bahasa Kawi oleh tokoh Ramayana dan
dalam bahasa Bali oleh para penasar.
Alam
memberikan ilham untuk gerak tari cak:
lidah api yang menjilat-jilat, hembusan angin, nyiur melambai, gulungan ombak,
gerak satwa, lompatan, dan tepukan tangan. Setiap gerak digarisbawahi dengan
suara mendesis atau teriakan ‘ecak-ecak-cak’ dalam aneka irama yang
terus-menerus dan dirangkai menjadi satu gubahan nada yang bersumber dari
gamelan. Peran-peran utama, menari dengan gaya gerak yang bersumber dari drama
lain
b.
Barong dan Kalonarang
Barong
agaknya merupakan versi Bali dari sesingaan
Cina. Wajah barong ket menyerupai
singa, diwujudkan dengan topeng besar dan “badan” dari kain yang menutupi dua
penari yang memakainya. Kaki para penari menjadi kaki makhluk barong.
Calonarang
merupakan drama klasik Bali, menyajikan kisah semi-sejarah, walaupun nama itu
tidak dikenal dalam sejarah. Dalam pertunjukan, sekurangnya tampil Rangda
(janda), mewakili kuasa jahat Calonarang:
Matah Gede, perwujudan Calonarang sebelum
belajar ilmu hitam; sejumlah sisya,
murid-murid Calonarang; Pandung,
Patih Airlangga yang mendapat perintah untuk menyingkirkan Calonarang; dan leyak-leyakan,
wujud kekuatan ilmu hitam murid-murid Rangda.
Drama-tari
Calonarang diciptakan abad ke-19,
merupakan paduan bentuk-bentuk seni pertunjukan yang ada ketika itu dan harus
disertai upacara sebuah altar kecil diletakkan di sudut pentas dan arena pentas
disucikan sebelum pertunjukan. Beberapa penari perlu mendapat perlindungan
khusus dari leyak dan penari Pandung
juga perlu mejalani upacara penyucian sebelum pertunjukan. Pada puncak
pertempuran, Pandung berusaha membunuh Rangda, tetapi gagal karena kekuatan
magis topeng Rangda dan penari yang memakainya.
Pada
tahun 1930-an Calonarang menarik
perhatian Walter Spies yang sedang meneliti tari Bali dan sering menata
pementasan untuk wisatawan. Di ubud, tempat tinggal Spies, digelar Barong yang juga memamerkan kekuatan
gaib ketika para petani menusuk diri sendiri, tanpa terluka. Zaman telah
berubah, sekarang pertunjukan Barong
menyatu dengan drama-tari Calonarang
dan sajian baru tersebut menjadi pertunjukan hiburan yang sangat disukai
wisatawan.
c.
Gambuh
Gambuh adalah tarian dramatari Bali yang
dianggap paling tinggi mutunya dan merupakan dramatari klasik Bali yang paling
kaya akan gerak-gerak tari sehingga dianggap sebagai sumber segala jenis tari
klasik Bali.
Diperkirakan Gambuh ini muncul
sekitar abad ke-15 yang lakonnya bersumber pada cerita Panji.
Gambuh berbentuk total theater karena di dalamnya terdapat jalinan unsur seni
suara, seni drama & tari, seni rupa, seni sastra, dan lainnya.
Pementasannya dalam upacara-upacara
Dewa Yadnya seperti odalan, upacara Manusa Yadnya seperti perkawinan keluarga
bangsawan, upacara Pitra Yadnya (ngaben) dan lain sebagainya.
Diiringi dengan gamelan Penggambuhan yang berlaras pelog Saih
Pitu. Tokoh-tokoh yang biasa ditampilkan adalah Condong, Kakan-kakan, Putri,
Arya / Kadean-kadean, Panji (Patih Manis), Prabangsa (Patih Keras), Demang,
Temenggung, Turas, Panasar dan Prabu. Dalam memainkan tokoh-tokoh tersebut
semua penari berdialog, umumnya bahasa Kawi, kecuali tokoh Turas, Panasar dan
Condong yang berbahasa Bali, baik halus, madya dan kasar.
d.
Prembon
Prembon (gubahan)
mengacu pada bentuk drama-tari yang unsur-unsurnya diambil dari berbagai seni
pertunjukan Bali. Prembon diciptakan
tahun 1940-an oleh Raja Gianyar, I Dewa Manggis VIII, yang ingin mempersatukan
semua tokoh kesukaannya dari bermacam jenis pertunjukan ke dalam satu bentuk
penyajian. Dalam prembon ditemukan
pelawak dari topeng, penari-prajurit tari-baris, putri raja dan dayangnya
dari arja, tokoh perdana menteri yang kuat dari drama-tari gambuh, serta kisah-kisah semi-sejarah tentang raja-raja Bali dan
cuplikan epos Hindu.
Pertunjukan
disajikan dalam bahasa Kawi (para tokoh utama) dan bahasa Bali (para tokoh
pelawak pelayan). Bahasa Bali juga dipakai untuk menerjemahkan isi dialog
bahasa Kawi kepada para penonton. Musik berupa gamelan gong kebyar.
Dewasa
ini prembon juga mengacu pada gaya pertunjukan modern yang menampilkan bentuk
campuran tari tradisional Bali yang dipertunjukan di lingkungan hotel.
H.
Mak Yong dan Randai
Mak
yong dan randai merupakan dua bentuk teater tradisional utama di Pulau Sumatera
dan Kepulauan Riau. Mak yong merupakan gaya teater tradisional Melayu yang
lahir di Semenanjung Malaya sekitar abad ke-17 dan masuk ke Kepulauan Riau sekitar abad ke-19. Randai adalah drama tari
tutur tradisional Sumatera Barat di wilayah Minangkabau.
a.
Mak yong
Teater
mak yong diyakini sementara dipengaruhi
budaya Hindu-Budha Thai dan Hindu-Jawa. Nama mak yong mungkin berasal dari mak
hyang, nama lain untuk Dewi Sri,
dewi padi.
Ada selusin lakon mak yong asli. Yang lain dikembangkan
dari teater menora di Muangthai,
wayang kulit Malaya, teater bangsawan,
serta cerita panji Jawa.
Lakon
mak yong menggambarkan bagaimana
seorang putra mahkota berjuang mencapai cita-cita serta bertahan terhadap
kehidupan keras, bencana, dan penderitaan dengan bantuan dewa. Inti cerita
adalah pertarungan antara kebaikan dan kejahatan dengan kemenangan di pihak
kebaikan.
Tokoh
mak yong meliputi Pak Yong (raja),
Pak Yong Muda (putra mahkota), Mak Yong (ratu), Putri Mak Yong (putri), Ci
Awang (penasihat), beberapa pelayan muda, Mak Inang (pasangan Ci Awang), Inang
Bongsu (inang paling muda), Tok Wak,
para dewa raksasa dan jin, penduduk desa dari ‘barat’, unsur alam (bintang,
burung, gajah, ular), abdi alam dan pembatak
(penjahat). Tokoh pria tua merupakan seorang arif, pengawal, penasihat, dan
pengiring raja. Ia diperankan seorang yang memakai topeng merah dan, di banyak
lakon, sebagai suami Mak Inang. Tok Wak adalah seorang peramal dan pejabat
kerajaan. Biasanya semua peran dimainkan perempuan, kecuali peran yang
mengenakan topeng, yang dimainkan pria. Di Malaysia tidak terdapat topeng dan
karena itu tidak terdapat pemain pria.
Topeng
dan perlengkapan Mak Yong berupa35 lagu dan sekumpulan topeng tokoh yang
melukiskan penjahat, harimau, gajah, rusa, kuda, kera, burung garuda, peramal,
penasihat (merah), pemuda, Mak Inang, Betara Guru (dewa tertinggi, putih), Wak
Perambun (hijau), dan jin. Perlengkapan meliputi bilai (femiat, cambuk)
rotan atau bambu dibelah menjadi tujuh, dibawa oleh raja atau pangeran untuk
memukul awang pengasuh untuk mengait
leher lawan; sebuah layang-layang ajaib diikat pada ujung tombak tajam; gajang atau ikat kepala dililitkan pada
belalai gajah dan digantiungkan di hidung seorang pemain; jala atau kain
panjang untuk dililitkan di tubuh menyerupai rok; dan sebuah botol atau tempat
air.
Mak yong
menggunakan tari dan lagu untuk menyampaikan makna tertentu. Ada lagu untuk
berjalan, perang, cinta, pembuka dialog, dan sebagainya. Peralatan musik
meliputi rebab di Malaysia dan serunai di
Riau, sepasang gendang panjang dua sisi, sepasang gong tetawak, sepasang gendang gedombak,
dua talempong (perangkat gong kecil),
sebuah breng-breng (gong pipih) atau canang (gong gantung), dan beberapa
pasang tepuk bambu (ceracap).
Sebuah
ahli upacara, pemimpin pemain membuka pertunjukan dengan upacara buka panggung atau buka tanah. Upacar ini
bertujuan mengusir roh jahat atau dedemit yang bisa mengganggu acara.
Berikutnya betabik (lagu dan tari
pembuka), upacar menghadap rebab, dan
tari lingkaran yang disebut Sedayung mak
yong. Sesuai lagu tempo berjalan, acara pun dimulai. Dahulu pertunjukan ini
digunakan untuk menyebarkan nilai sosial dan keagamaan serta konsep
pemerintahan; kini mak yong
dipentaskan semata-mata untuk hiburan.
- Randai
Randai
dipengaruhi bentuk teater terkenal lama, seperti basijobang setempat, tonil
Belanda, dan terutama komidi bangsawan.
Konon pada tahun 1932 di daerah Payakumbuh, Sumatera Barat, sebuah kelompok komidi bangsawan memutuskan untuk
menyempurnakan basijobang dengan
unsur tonil Belanda dan seni pencak
silat setempat. Lakon-lakonnya diperkaya dengan kaba dan beberapa naskah baru pun ditulis. Randai, dengan cepat disukai orang minangkabau. Berbagai
perkumpulan bermunculan, dengan mengambil nama lakon atau tokoh kaba. Randai secara bebas dapat
diartikan sebagai ‘bersenang-senang sambil membentuk lingkaran’.
Randai menyajikan
peristiwa sejarah, adat Minang, dan pelajaran warisan orang tua untuk anak-anak
dalam mempersiapkan hidup. Bagian paling menarik adalah kebajikan tradisional
yang disampaikan kepada penonton melalui percakapan.
Penyajian
Sebuah
kelompok randai beranggotakan antar
14 dan 25 pemain, tergantung lakon. Dahulu, Randai dipentaskan di ruang
terbuka, kini sering dipentaskan di gedung pertunjukan. Gerak dasar berasal
dari pencak silat dan ditampilkan pada awal pertunjukan, pada saat peralihan
antar adegan, pada akhir acara, serta pada saat adegan pertarungan.
Para
pemain berdiri dalam sebuah lingkaran besar bergaris tengah lima sampai delapan
meter. Sebelum setiap adegan dimulai, mereka menari, menyanyi, dan menciptakan
irama melalui tepukan tangan dan kaki. Lagu berfungsi sebagai tuturan, pembuka
adegan, salam pembuka, dan penutup. Cakapan disampaikan pemain yang duduk atau
berdiri ditengah lingkaran mengelilingi bagian luar sebagai batas daerah
pentas. Ketika mereka menari dalam lingkaran, bunyi ‘hep ta’ terdengar,
merupakan tanada memulai gerak lagu berikutnya. Bunyi ‘hep’ diujarkan bersamaan
dengan tepukan tangan dan bunyi ‘ta’bersamaan dengan tepukan kaki. Sembari
bergerak, bunyi ’hep’ dan ’ta’ terus disuarakan oleh para pemain.
Randai
merupakan bentuk hiburan rakyat yang digelar setelah panen, pada pesta
perkawinan atau yang lain. Waktu pertunjukan malam hari, berlangsung beberapa
hari atau seminggu untuk sebuah lakon. Busana berupa celana longgar hitam atau
putih, kemeja hitam berkerah dan berlengan panjang gaya mandarin, ikat kepala
berenda dan bermanik-manik, dan saputangan lebar dililitkan di pinggang.
Pimpinan pemain dan dubalang (kepala
desa) membawa belati atau keris.
Randai
berubah menjadi pentas panggung namun tetap mempertahankan ciri teater rakyat
yang khas, yaitu bentuk lingkaran, seni bela diri, dan penggunaan lakon kaba. Bahkan dengan perkembangan lakon
baru diluar khasanah kaba, kerangka
acuan tetap menggunakan basijobang
(permainan sijobang) atau bakaba (permainan kaba).
I.
Drama Gong
Drama
gong, teater rakyat Bali,pada dasarnya merupakan drama lisan yang diiringi
gamelan gong. Drama yang mengambil unsur pertunjukan dan teknik seni
pertunjukan Bali tradisional dan drama modern ini merupakan alah satu dari sedikit
seni pertunjukan yang diciptakan oleh seniman Bali modern yang disambut
disambut hangat oleh warga setempat. Dalam hal ini, drama gong menjadi salah
satu model pembaruan seni terbaik di Bali, yang memanfaatkan unsur seni
tradisional dan budaya modern.
Drama
gong dilahirkan sebagai usaha bersama dengan menggunakan semua bahan dan bakat
seni masyaraakat dan pementasannya mengandalkan dukungan masyarakat.
Lakon-lakonnya mampu bersambung rasa dengan semua kalangan. Drama gong memiliki
kesamaan dengan ketoprak Jawa.
Drama
gong termuda di antara teater populer Bali. Meskipun sejumlah pertunjukan
sandiwara modern yang diiringi gamelan gong sudah ada sejak awal tahun
1960-an,drama gong muncul pertama kali pada tahun 1966. Pencipta bentuk drama
aru ni adalah Anak Agung Gede Raka Payadnya, seorang seniman pentas dari desa
Abianbase, Gianyar yang juga seniman Konservatori Karawitan Indonesia.
Lakon
drama gong biasanya terdiri atas dua belas lakon utama meliputiseorang raja dan
permaisuri dengan dua orang patih berwatak berbeda (arif dan serakah). Tokoh
lain adalahh puti manis dengan dayangnya, putra manis dengan sepasang
pengiringnya, putra keras dengan sepasang badutnya dan puti buruk muka. Selain
itu petani juga merupakan tokoh penting dalam lakon. Kemunculan tokoh dalam
lakon tidak diatur secara khusus karena susunan pertunjukan ditentukan dengan
alur cerita.
Lakon
drama gong berasal dari kisah Panji atau Malat. Lagenda Bali terkenal seperti
Jayapran, kisah cinta Cina Sampik Ingtay, dan beberapa kisah Mahabharata juga
sering dipentaskan. Serupa dengan jenis teater Bali umumnya, tema utama lakon
drama gong adalah pergulatan antara kebaikan dan kejahatan. Lakon yang bersifat
tragicomedic ini mengandung ajaran moral dan pesan lain disamping adegan asmara
dan lucu yang tiada habisnya. Kemunculan tokoh dalam lakon bergantung dengan
improvisasi tokoh, karena tidak ada naskah.pemain dapat dengan bebas
berimprovisasi dalam gerak dan cakapan. Selain cakapan, tembang juga digunakan
unruk menciptakan suasana atau adegan penting. Tembang Samaradhana misalnya,
dinyanyikan oleh seorang wanita dalam keadaan sediah atau priamenyanyikan sinom
wung payangan.
Tak
lama setelah diciptakan, drama gong menjadi sangat populer. Pada tahn 1970-an
hampir setiap desa di Bali memiliki kelompok drama gong. Nyaris tiada
pementasan tanpa pementasan drama gong. Kini, kemasyuran drama gong menyurut.
Tidak lebih dari tiga kelompok yang giat saat ini dan pertunjukannya pun sulit
dijumpai.
J.
Bangsawan, Mendu dan
Wayang Gong
Bangsawan,
mendu, dan wayang gong merupakan tiga jenis teater tradisional yang berlatar
belakang budaya Melayu. Bangsawan berasal dari budaya Melayu dan bersumber dari
sastra lisan Melayu yang ditulis dalam gaya pantun. Wayang gong dipengaruhi
oleh bangsawan, khususnya dalam teknik penyajian dan beberapa unsur-rupa
pertunjukan.
Bangsawan
terdapat di Sumatera bagian utara, namun pengaruhnya yang kuat tersebar di
seluruh pulau. Di daerah lain, bentuk teater serupa juga dikembangkan dengan
sebutan berbeda, seperti dulmuluk (Abdul
Muluk) dan indera bangsawan di
sumatera Selatan; serta dardanella, opera/komidi stambul, dan komidi bangsawan di Jawa. Seni drama
Sunda, sandiwara sunda, juga dipengaruhi oleh bangsawan. Ketoprak di Jawa Tengah, terutama yang berada di pantai utara,
berkembang dengan gaya bangsawan. Unsur-unsur bangsawan juga tampak dalam mamanda atau tantayungan di Kalimantan.
Mendu
terdapat di daerah Riau, pusat bahasa melayu tua. Oleh sebab itu, latar budaya
seni teater ini adalah Melayu tua.
Wayang
gong berasal dari Jawa dan menjadi bagian adat budaya Kalimantan Selatan namun
kental diwarnai unsur kesukuan wilayah ini. Kesenian ini merupakan ragam
setempat wayang.
- Bangsawan
Bangsawan
merupakan teater taradisi di Pulau
Sumatera dengan budaya Melayu sebagai latar belakang, dikenal dengan berbgai
sebutan: komidi bangsawan, dardanella,
dan opera/komidi stambul.
Kesenian
ini banyak menyerap teknik teater Barat, tercermin dari gaya pertunjukan yang
selalu menggunakan panggung, bahkan ketika dipentaskan di ruang terbuka.
Bangsawan
diperkenalkan pertama kali di Malaya sekitar tahun 1870 oleh sebuah perkumpulan
teater India yang semua anggotanya pria; disebut wayang parsi karena lakon yang
dipentaskan hampir semuanya berasal dari Timur Tengah dan India. Seni ini
tersebar ke salatan, melintasi Selat malaka menuju ke Indonesia; disebut
bangsawann, berarti ningrat, karena lakon semula tentang sebuah keluarga
ningrat.
Ciri
khas bangsawan adalah cara pementasannya. Dialog dilakukan dalam pantun empat
bait yang merupakan gaya sastra lisan melayu yang menjadi sumber cerita.
Syairnya, baik dialog maupun tuturan, dinyanyikan oleh pemain. Tema juga
berasal dari kisah-kisah Timur tengah, legenda, dan cerita rakyat. Kisah-kisah
itu dapat disajikan sesuai dengan aslinya, namun sering kali disesuaikan dengan
kebudayaan suku setempat atau dipadukan dengan cerita rakyat setempat.
Pengaruh
Melayu tampak jelas baik pada gaya tari maupun musik. Instrumen musik yang
digunakan meliputi biola, kendhang, tambur, seruling, gitar, serunai yang mirip
klarinet, dan akordion.
Musik
merupak unsur lain bangsawan. Musik pengantar pada awal pertunjukan menciptakan
suasana dan menarik penonton. Musik yang dimainkan selama pertunjukan
menciptakan suasana cerita, mengiringi nyanyian, serta mengawali dan mengakhiri
adegan.
Pertunjukan
selalu dimulai dengan pembukaan berupa lagu atau tari. Kisah terdiri atas
banyak adegan dan beberapa babak. Sebuah selingan berupa lelucon dan komedi
membagi kisah menjadi dua bagian. Untuk
penutup, semua pemain kembali ke panggung. Bangsawan sering disebut komidi
stambul (Istambul) karena titik beratnya pada lawak, kebanyakan teater
tradisional Asia tidak membedakan komedi dengan tragedi. Humor merupakan unsur
utama, baik dalam lakon lucu maupun serius; pemain menangis dan tertawa saat
bermain. Pelawak merupakan bagian penting yang memerankan pelayan dan
punakawan.
Busana
selalu berkilau dan gemerlap, seperti busana dalam 1001 malam, untuk memberi suasan Timur Tengah tanpa menghiraukan
peralatan dan perlengkapan yang ada. Bangsawan merupakan contoh teater
tradisional yang dipengaruhi oleh teknik Barat dalam pementasan. Teater ini
menggunakan panggung, lengkap dengan layar yang dilukis sebagai latar.
- Mendu
Mendu adalah kesenian
lakontradisional Kepulauan Riau. Dalam cerita yang dimainkan, kebanyakan
berkisah tentang cerita dunia kahayangan, tentang hikayat Dewa Mendu, ada yang
menjadi Raja, ada yang menjadi Tuan Puteri, Dayang-dayang adapula yang menjadi
Raksasa dan Jin dan sebagainya.
Unsur seni lainnya yang
sangat banyak dalam kesenian ini adalah ungkapan syair-syair dan gerak
tari/joget. Selain itu, sesuatu yang khas dalam pementasan kesenian drama
tradisional ini adalah, unsure magis/mistik juga cukup kuat, dalam tiap
pementasan, sebelum dan sesudahnya selalu di iringi dengan pembacaan doa-doa
dan mantera serta tepong tawar, apalagi ketika tokoh raksasa atau jin muncul,
dengan topeng dan riasan yang memang menyeramkan, maka dikhawatirkan akan
membuat sawan bagi orang-orang yang tergolong “lemah semangat.”
Mendu
saat ini mulai kian ditinggalkan khalayak setempat. Akibat semakin berkurangnya
penyelenggaraan pementasan, sehingga bagi orang Melayu sendiri kesenian Mendu
semakin tidak dikenal, bahkan hampir-hampir terlupakan, ditambah pula rempuhan
budaya global melalui media elektronik semakin menggila.
Sebagai seni
drama-teater, mendu selain ditopang oleh gerakan dan dialog antara pemainnya
dalam menjalankan alur cerita, juga di-iringi dengan musik. Nah, untuk mencari
orang-orang yang mau bermain dalam dua hal itu saja sudah sulit, apalagi alat
musik yang dimainkan juga tergolong sulit untuk dipelajari seperti ada yang
harus pandai memainkan biola, gambus, akordeon, gong/ketawak dan sebagainya.
Belum lagi melatih gerakan dan dialog yang harus terlatih dan setidaknya sesuai
dengan karakter-karakter dalam sandiwara mendu ini.
Selain itu parapemendu yang mahir semakin langka dan kalaupun ada kondisinya sudah renta dan parapemuda tempatan pun kurang tertarik untuk melakukannya. Setakad ini memang sulit untuk mencari pemendu-pemendu muda. Penyebab lainnya adalah bahwa selama ini kesenian tradisional asal Bunguran-Natuna ini masih dalam "kesenian" belum dipublikasi dalam bentuk buku.
- Wayang Gong
Wayang Gong,
salah satu bentuk teater tradisional Kalimantan Selatan. Mirip dengan wayang
orang di Jawa Tengah. Bedanya, antara lain, jumlah pemain dalam wayang gong tak
sebanyak pada wayang orang. Wayang gong dapat dimainkan di mana
saja, tak harus di atas panggung bersetting kerajaan.
Sejarah
Singkat Wayang Gong
Pada awalnya, Abdul Muluk membawa kesenian Dalmuluk dari Pahat, Malaysia ke Sumatera. Kemudian beliau membawa kesenian tradisi Dalmuluk itu ke Kalimantan. Di Kalimantan, kesenian Dalmuluk dibagi menjadi dua, yaitu Dalmuluk Cabang dan Dalmuluk Mamanda. Pada akhirnya tetuha atau sesepuh seni (budaya) memberikan unsur-unsur seni tradisi khas kalimantan dalam kedua Dalmuluk tersebut dan mengubah namanya. Dalmuluk cabang dikenal sebagai Wayang Gong dan Dalmuluk Mamanda dikenal sebagai Mamanda, yang akhirnya kedua teater tersebut menjadi teater tradisi kalimantan selatan.
Pada awalnya, Abdul Muluk membawa kesenian Dalmuluk dari Pahat, Malaysia ke Sumatera. Kemudian beliau membawa kesenian tradisi Dalmuluk itu ke Kalimantan. Di Kalimantan, kesenian Dalmuluk dibagi menjadi dua, yaitu Dalmuluk Cabang dan Dalmuluk Mamanda. Pada akhirnya tetuha atau sesepuh seni (budaya) memberikan unsur-unsur seni tradisi khas kalimantan dalam kedua Dalmuluk tersebut dan mengubah namanya. Dalmuluk cabang dikenal sebagai Wayang Gong dan Dalmuluk Mamanda dikenal sebagai Mamanda, yang akhirnya kedua teater tersebut menjadi teater tradisi kalimantan selatan.
BAB III
SIMPULAN
Arti Teater secara etimologis teater adalah gedung pertunjukan
atau auditorium. Dalam arti luas teater ialah segala tontonan yang
dipertunjukkan di depan orang banyak. Dalam arti sempit teater adalah drama,
kisah hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas dengan media
: Percakapan, gerak dan laku didasarkan pada naskah yang tertulis ditunjang
oleh dekor, musik, nyanyian, tarian, dsb. Misalnya wayang orang, ketoprak,
ludruk, arja, reog, lenong, topeng, dagelan, sulapan akrobatik, bahkan
pertunjukan band dan lain sebagainya. Dalam arti sempit/khusus: drama, kisah
hidup dan kehidupan manusia yang diceritakan di atas pentas, disaksikan oleh
penonton, dengan media percakapan, gerak dan laku, dengan atau tanpa dekor
(setting), didasarkan atas naskah yang tertulis (hasil dari seni sastra) dengan
atau tanpa musik, nyanyian, tarian.
Teater yang
berkembang dikalangan rakyat disebut teater tradisional, sebagai lawan dari
teater modern dan kontemporer. Teater tradisional tanpa naskah (bersifat
inprovisasi). Sifatnya supel, artinya dipentaskan disembarang tempat. Jenis ini
masih hidup dan berkembang didaerah-daerah seluruh Indonesia. Teater
tradisional tidak menggunakan naskah. Menurut Kasim Ahmad teater tradisional
dibedakan menjadi tiga macam yaitu teater rakyat,teater klasik dan teater tansisi. Ciri-ciri teater tradisional adalah Pementasan
panggung terbuka (lapangan, halaman rumah),Pementasan sederhana,dan Ceritanya
turun temurun.
DAFTAR PUSTAKA
Sedyawati, Edy.2002.Seni Pertunjukan.Jakarta:Grolier Internasional
Meendoo.blogspot.com